Antara Bogor dan Bangil


Beberapa waktu lalu Indonesia menjadi tuan rumah sebuah event internasional, yaitu Konferensi Ulama Sunni-Syiah di istana Bogor. Konferensi yang diprakarsai oleh NU ini didukung oleh Muhammadiyah dan Pemerintah.

Konferensi ini merupakan respon positif dan wujud perhatian umat Islam di Indonesia terhadap konflik sectarian Syiah dan Sunni di Irak. Sebagaimana tercermin dalam pernyataan-pernyataan KH Hasyim Muzadi dan Prof. DR. Dien Syamsuddin tentang pentingnya menggagalkan usaha musuh untuk memecah belah umat islam, konferensi ini diharapkan mampu menghasilkan piagam persatuan umat Islam. Umat Islam di Indonesia tidak hanya menunjukkan dukungan terhadap inisiatif mulia ini, bahkan serempak menentang sikap Pemerintah yang mengabaikan aspirasi rakyat dengan mendukung resolusi DK PBB yang menjatuhkan sanksi atas Iran. Tidak hanya itu, DPR, termasuk fraksi Golkar mitra Pemerintah, mengusulkan interpelasi demi meminta pertanggungjawaban Pemerintah terkait dengan skandal ini.

Media massa juga tak lelah menurunkan analisis yang sebagian mengkritik langkah Pemerintah pro AS dan sekutunya. Jauh sebelum itu, bangsa Indonesia lagi-lagi memperlihatkan karakternya sebagai bangsa yang mendambakan persatuan Islam dengan menyambut secara luar biasa kedatangan Mahmoud Ahamdinejad, Presiden Iran, negara yang mayoritas penduduknya memilih Islam dengan cara yang berbeda dengan cara sebagian umat Islam, Islam Syiah.

Atraksi dan show ‘cinta persatuan’ ini tidak berhenti sampai di situ. Pernyataan-pernyataan seorang ulama dari sebuah negara kaya, yang diketahui sebagai sekutu Amerika di Timur tengah, yang berisikan provokasi sektarian beberapa waktu lalu di Indonesia, ternyata tidak mendapatkan porsi pemberitaan yang besar, karena dunia pers tentu lebih mampu memilah berita dan opini, bahwa apa yang terjadi di Irak bukanlah konflik Syiah dan Sunni, apalagi pembantaian Syiah terhadap Sunni. Udara sejuk Bogor menghembuskan optimisme yang sejuk tentang babak baru kehidupan harmonis umat Islam terrutama di Irak, yang telah menjadi Negara koloni AS dan sekutunya.

Ternyata udara sejuk dan pernyataan sejuk NU dan Muhammadiyah tentang pentingnya memperkuat ukhuwah demi menggagalkan konspirasi Zionisme dan Imperalisme global tidak menerpa hati segerombolan manusia ‘kuper’ (kurang pergaulan) yang secara terang-terangan mengabaikan seruan para tokoh terhormat dari NU dan Muhammadiyah. Sebuah pemandangan yang mengiris sanubari terjadi di sebuah kota santri di Jawa Timur, Bangil. Entah karena provokasi sejumlah orang yang merasa terganggu oleh keragaman dan kemajemukan telah melakukan sebuah aksi arogan, mengajak sekelompok orang berpikir polos untuk melakukan ‘amar makruf dan nahi mungkar’ dengan melakukan demo menuntut pembubaran sebuah lembaga pendidikan yang usianya lebih tua dari sebagian besar pelaku demo. Demo itu memang bukan representasi dari opini umat Islam, karena, sebagaimana telah dipertegas oleh seryan pengurus NU, udara sejuk dari Bogor telah meniup sanubari sebagian besar umat Islam di seluruh pelosok Tanah Air.

Mungkin yang patut disesalkan adalah sikap media massa yang terkesan ‘asal copy’ berita tentang demo mini itu tanpa menjelaskan angka real para pelakunya. Mestinya media massa bersikap lebih professional dengan menyeleksi berita sekaligus memverifikasinya secara objektif sebelum memasukkan sebagai hidangan beritanya. Di luar itu semua, sikap KH Hasyim Muzadi, Prof. Dr. Dien Syamsuddin, dua pemimpin dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yang mengakui Syiah sebagai mazhab Islam yang berhak untuk dilindungi tentu tidak layak dibandingkan derngan hiruk pikuk segerombolan orang yang sebagian diagitasi oleh oknum-oknum yang merasa memiliki hak paten Islam.

Umat Islam bahkan bangsa Indonesia yang majemuk ini tentu menganggap aksi demo itu sebagai ancaman terhadap kerukunan. Bangsa Indonesia sedang dirundung banyak persoalan, mulai dari bencana alam sampai bencana budaya dan ekonomi. Energi demo itu tentu lebih bermanfaat bila disalurkan untuk mendemo para pelaku korupsi. Semoga saja demo-demo SARA itu tidak dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok yang ingin mengalihkan isu-isu strategis, seperti Lumpur Lapindo yang nyaris menenggelamkan Porong, tetangga Bangil. Ternyata udara sejuk Bogor masih terasa di Bangil